ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH

SAYA BERHARAP SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT BAGI TEMAN2 YANG SEDANG MENCARI..................ILMU tentang keperawatan.




Senin, 28 Desember 2009

PERKEMBANGAN JIWA

JIWA

Dalam undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan adalah sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan orang untuk produktif secara sosial dan ekonomis.
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku yang sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal

Sesuai dengan UU RI No. 23 tahun 1992 pasal 24 ayat 1 bahwa tujuan umum kesehatan jiwa yang tercakup dalam Tri Upaya Bina Jiwa yaitu preventif, kuratif, rehabilitatif yang pada hakekatnya adalah meningkatkan kesehatan upaya bina individu, keluarga dan masyarakat sehingga memungkinkan perkembangan fisik intelektual, emosional yang optimal.
Hasil riset WHO dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 % Daily Lost (1998). Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa 100 jiwa/1000 penduduk, ini berarti di Indonesia mencapai 264 jiwa penduduk, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO sebagaimana dikutip oleh Azrul Azwar (di dalam Iyus Yosep,S.Kp.,M.Si 2001 Hal : 30 ).
Menurut data yang didapat di Rumah Sakit Dadi Makassar, penderita gangguan jiwa dengan diagnosis Schizofrenia YTT pada tahun 2006 sebanyak 1509 jiwa atau 18 % dari 8710 gangguan jiwa yang dirawat tahun 2007 yang dirawat sebanyak 1824 jiwa atau 20 % dari 9245 gangguan jiwa yang dirawat. Tahun 2008 sebanyak 2105 atau 25 % dari 10567 gangguan jiwa yang dirawat sedangkan untuk tahun 2009 sejak Januari sampai Desember sebanyak 697 dari 3258 gangguan jiwa yang dirawat.
Melihat tingginya gangguan jiwa schizofrenia merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Penderita schizofrenia dapat menyebabkan perilaku menarik diri atau isolasi diri, dimana klien merasa rendah diri, tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain. Perilaku menarik diri biasanya berasal dari keluarga yang penuh dengan permasalahan, ketegangan dan kecemasan yang tidak menjamin adanya hubungan yang positif dengan orang lain. Akibatnya tidak dapat membentuk identitas diri, penghayatan diri dan kurang mampu mempelajari cara berhubungan dengan orang lain yang dapat menimbulkan rasa aman, dikemukanan oleh Direktorat Pelayanan Medik (2006).
Semakin menarik diri semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain. Sehingga seseorang semakin tenggelam pada pola tingkah laku pada taraf perkembangan sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya hal-hal seperti di atas, diperlukan tenaga perawat yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk merawat penderita gangguan kesehatan jiwa dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi.
Dengan pertimbangan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul tentang Asuhan Keperawatan dengan Kerusakan Interaksi Sosial perlu mendapat perhatian yang serius mengingat prinsip menarik diri pada umumnya sama pada semua kasus.

Kesehatan Jiwa

Kesehatan Jiwa
Kesehatan Jiwa telah menjadi bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru. Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan masyarakat sekitarnya, Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Data statistik WHO menyebutkan saat 1 % dari seluruh penduduk berada dalam kondisi membutuhkan pertolongan dan pengobatan untuk berbagai bentuk gangguan jiwa. Angka kejadian ( relevalensi ) berbagai bentuk gangguan jiwa mulai dari spekrum ringan sampai berat di Asia Selatan dan timur adalah sebesar lebih kurang 25%. Data WHO menunjukan bahwa rata-rata 5-10% dari populasi masyarakat di suatu wilayah menderita depresi dan memerlukan pengobatan psikiatrik dan intervensi psikososial.

Jumat, 25 Desember 2009

sap

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
RANCANGAN PENYULUHAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MENDUKUNG TUJUAN UMUM
(TIU) TUJUAN KHUSUS
(TIK) MATERI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR METODE MEDIA/ALAT BANTU EVALUASI
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurang motivasi. Setelah men-dapat penje-lasan, klien dapat me-ngerti dan memahami tentang pen-tingnya ke-bersihan diri (personal hygiene). 1. Klien dapat mengerti dan menjelaskan kembali tentang : pengertian ke-bersihan diri
2. klien mengerti tentang tujuan kebersihan diri.
3. klien menyebut-kan jenis-jenis kebersihan diri
4. klien dapat me-lakukan tin-dakan. 1. Pengertian keber-sihan diri
2. Tujuan kebersihan diri
3. Jenis-jenis keber-sihan diri
4. Penatalaksanaan tindakan 1. Kegiatan penyuluhan:
1. Pendahuluan
• Memberi salam.
• Memperkenalkan diri
• Menyampaikan materi.
2. Menjelaskan tentang pe-ngertian pengertian keber-sihan diri, tujuan kebersi-han diri, jenis-jenis keber-sihan diri, penatalaksanaan tindakan
3. Memberikan kesempatan pada keluarga klien untuk bertanya tentang keber-sihan diri
4. Evaluasi
5. Menutup penyuluhan
6. Menyampaikan terima kasih o Ceramah
o Tanya jawab o Flip chart
o Spidol
o leeflet



o klien mengerti ten-tang kebersihan diri
o klien mampu menye-butkan jenis-jenis kebersi-han diri
o klien mengerti tentang tujuan kebersihan diri.

Halusinasi

TINJAUAN TEORITIS halusinasi

1. KONSEP DASAR PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
1. Pengertian
1. Persepsi
Beberapa pengertian persepsi menurut para ahli :
1. Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. (Harber, Judith, 1987 ).
2. Persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra. (Stuart, 2007).
Jadi, gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu.
Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal. Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akan perasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987).
2. Halusinasi
Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus. (Towsend, 1998).
Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana individu atau kelompok beresiko mengalami perubahan dalam jumlah, pola atau interpretasi stimulus yang datang (Carpenito, 1998).
Perubahan persepsi sensori adalah tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, perabaan (Soewadi 1999, dikutip oleh Bambang Triwahono dalam www.ahmadsalehyahya.blogspot.com diakses pada tanggal 21 Desember 2009 pukul 01.00 WITA).
Gangguan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian halusinasi di bawah ini di kemukakan oleh beberapa ahli :
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsang pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik atau histerik (W.F Maramis, 2005, dikutip oleh Bambang Triwahono dalam www.ahmadsalehyahya.blogspot.com diakses pada tanggal 21 Desember 2009 pukul 01.00 WITA).
1. Halusinasi adalah kesan atau pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007)
2. Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah di mana tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya, yang dapat berwujud pengindraan kelima indra yang keliru. (Arif, 2006)
3. Halusinasi adalah bila rangsang dari luar terhadap indera itu tidak nyata tetapi penderita yakin kalau itu ada (Soewadi, 1999, dikutip oleh dikutip oleh Bambang Triwahono dalam www.ahmadsalehyahya.blogspot.com diakses pada tanggal 21 Desember 2009 pukul 16.55 WITA).
4. Halusinasi adalah persepsi yang salah terjadi tanpa adanya stimulus eksternal (Stuart dan Laraia, 2002, dikutip oleh Bambang Triwahono
5. Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi sensori klien terhadap lingkungan tanpa ada stimulus yang nyata.
Sedangkan halusinasi penglihatan adalah persepsi indera penglihatan yang salah tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata.

2. Etiologi halusinasi
Menurut Mary Durant Thomas (1998) yang dikutip oleh Sitti Saidah dalam www.ahmadsalehyahya.blogspot.com diakses pada tanggal 21 Desember pukul 16.55 WITA).
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
3. Patofisiologi halusinasi
Stuart dan Sundeen (1998), mengemukakan dua teori tentang halusinasi, yaitu :
1. Teori biokimia
Respon metabolik terhadap stress yang mengakibatkan pelepasan zat halusinogen pada sistem limbik otak, atau terganggunya keseimbangan neurotransmiter di otak.
2. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang di tekan yang kemungkinan mengancam untuk timbul.

4. Gejala Halusinasi
Seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas. Menurut H.G. Morgan (1998) bahwa gejala halusinasi adalah :
1. Mendengar pikirannya sendiri
2. Mendengar suara-suara yang berargumentasi, mengomentari perbuatannya.
3. Somatic passivity : pengalaman bahwa ada kekuatan dari luar yang mempengaruhi tubuhnya.
4. Pikiran ditarik keluar, disisipi atau diinterupsi oleh pengaruh luar.
5. Pikiran yang dipancarkan (disiarkan) atau percaya bahwa orang lain juga demikian.
6. Perasaan, impuls dorongan dirasakan diatur dari luar.
Sedangkan menurut Yani (2005), gejala halusinasi adalah :
1. Bicara, senyum, tertawa sendiri.
2. Menggerakkan bibir tanpa suara.
3. Pergerakan mata yang cepat.
4. Respon verbal lambat.
5. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
6. Tidak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata.
7. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
8. Perhatian dengan lingkungan kurang
9. Sulit berhubungan dengan orang lain.
10. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
11. Tidak mampu mengikuti perintah perawat.
12. Tampak tremor dan berkeringat.
13. Perilaku panik agitasi atau katakon
14. Tidak dapat mengurus diri sendiri.


5. Jenis-jenis halusinasi
Halusinasi dapat diklasifikasikan menjadi 7 macam (Stuart dan Laraia, 2001, hal 409) :
1. Halusinasi pendengaran : mendengar suara-suara atau bisikan paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan : stimulus visual dalam bentuk kelihatan cahaya, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi penciuman : membaui bau-bauan tertentu umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
4. Halusinasi pengecapan : Merasakan sesuatu yang tidak nyata seperti rasa darah, urine, feses.
5. Halusinasi perabaan : mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
6. Halusinasi Cenesthetic : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan.
7. Halusinasi Kinesthetic : merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

6. Tahapan halusinasi
Tahapan halusinasi terdiri dari 4 (empat) fase (Stuart dan Laraia, 2001 hal 424):
1. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks, tidak mampu berespon lebih dari 1 (satu) orang.

7. Rentang respon halusinasi.
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera, maka klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

Berikut ini, rentang respon neurobiologis dimana halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif dari persepsi.





Respon Adaptif Respon Maladaptif
• Pikiran logis
• Persepsi akurat
• Emosi konsisten dengan pengalaman
• Perilaku sesuai
• Berhubungan sosial • Distorsi pikiran
• Ilusi
• Reaksi emosi berlebihan atau kurang
• Perilaku aneh/ tidak biasa
• Menarik diri • Gangguan pikir / delusi
• Halusinasi
• Sulit berespon emosi
• Perilaku disorganisasi
• Isolasi sosial
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologi (Stuart, 2007 : 241)
1. Pikiran Logis : ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi Akurat : persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten : manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung lama.
4. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan Sosial : hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi) : misinterpretasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indera yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi yang berlebihan atau kurang : manifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
9. Menarik diri : percobaan untuk menghindari interaksi huungan dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
10. Waham : keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
(http://harnawatiaj.wordpress.com, diakses tanggal 20 Desember pukul 15.35 WITA).

8. Pengobatan Halusinasi
Pengobatan pada pasien halusinasi yaitu :
1. Chlorpromazine (CPZ)
CPZ adalah derivat yang mempunyai khasiat dan bekerja pada susunan saraf pusat, yaitu mendepresi sub kortikal SSP yang menimbulkan efek psikotropik, sedasi, anti emetik dan dapat menekan refleks batuk. Penghambatan pada hipothalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengaturan suhu. CPZ digunakan dalam penanganan psikosis akut atau kronis yang meliputi skizofrenia dan fase manik pada gangguan depresi manik.
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian CPZ meliputi efek sedasi, pusing, pingsan, hipotensi orthostatik, palpitasi, takikardi, sindroma pada mulut, kemerahan pada mukosa, vesikel lidah kotor, gigi tanggal, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, ejakulasi tertahan. CPZ juga menyebabkan efek samping ekstra piramidal yang meliputi parkinsonisme, distonia, diskinesia. Gangguan hormonal dapat terjadi yaitu menstruasi tidak teratur, ginekomastia, penurunan libido, peningkatan nafsu makan, berat badan meningkat, edema glikosuria, hiperglikemia atau hipoglikemia. Reaksi hipersensitif pada beberapa orang menimbulkan efek/gejala-gejala jaundice, gatal-gatal pada kulit, petechia, dermatitis dan reaksi anafilaktif.
2. Haloperidol (HLP)
HLP adalah obat antipsikotik derivat yang khasiatnya hampir sama dengan derivat fenotiazin (CPZ). Kemungkinan terjadinya efek samping ekstrapiramidal lebih tinggi dibandingkan obat golongan fenotiazin sedangkan efek sedatif dan hipotensi kurang dibandingkan dengan jenis obat transequalizer yang lain. Mekanisme tepatnya yaitu mendepresi susunan saraf pusat pada tingkat subkortikal mid brain dan batang otak. Efek anti emetik juga terjadi. Haloperidol biasanya digunakan pada psikosa akut dan kronis, fase manik pada psikosis manik-depresi dan psikoreaktif.
Efek Samping
Efek samping HLP serupa dengan CPZ, perbedaannya terletak pada efek samping hipotensi orthostatik lebih ringan, sedang efek samping reaksi ekstra lebih berat. Efek samping pada SSP meliputi parkinsonisme, gelisah, ataksia, hiperfleksi, kortikolis dan kardive diskenesia. Efek otonomi dapat terjadi, mulut kering (hipersalivasi), konstipasi (diare), reaksi urine diaporesis (dosis berlebihan). Pada darah, dapat terjadi leukopenia, leukositosis, anemia. Pada saluran napas, terjadi laringospasme, bronkhospasme, peningkatan kedalaman napas, bronchopneumonia, depresi pernapasan. Pada endokrin, menstruasi tidak teratur, nyeri pada payudara, ginekomastia, impotensi. Pada kulit, kemerahan, rambut rontok. Dapat juga terjadi anoreksia, mual, muntah, jaundice, penurunan kadar kolesterol darah.
3. Trihexyphenidil (THP)
THP adalah obat yang sering dipakai sebagai penyerta pemberian obat anti psikotik jenis fenotiazin dan butirofenon karena khasiatnya merelaksasi otot polos dan spasmodik.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi : mulut kering, pusing, pandangan kabur, midriasis, fotofobia, mual, nervous, konstipasi, mengantuk, retensi urine. Pada SSP dapat terjadi : bingung, agitasi, delirium, manifestasi psikotik, euforia, reaksi hipersensitif : glaukoma parotitis.
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Menurut Carpenito dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, menentukan masalah/diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. (Keliat, 2006). Kegiatan yang perlu dilakukan perawat adalah mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan gejala serta faktor penyebab. Data yang langsung yang didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil pengkajian atau catatan tim kesehatan lain disebut sebagai data sekunder.
Menurut Stuart (2007), berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian meliputi beberapa faktor antara lain :
1. Faktor predisposisi
Meliputi faktor perkembangan, sosio kultural, psikologi, genetik dan biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan. Berbagai faktor di masyarakat dapat membuat seseorang merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stres yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan sistem neurotransmiter. Hubungan interpersonal tidak harmonis. Peran ganda bertentangan sering mengakibatkan kecemasan dan stres.
2. Faktor presipitasi
Berbagai stressor dapat mengakibatkan timbulnya halusinasi, hubungan interpersonal masalah psikososial dapat meningkatkan kecemasan dan stres sebagai pencetus terjadinya halusinasi.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
4. Mekanisme koping
Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
5. Status Mental
Pemeriksaan status mental merupakan contoh representatif kehidupan psikologis pasien dan sejumlah observasi dan kesan perawat pada saat itu. Pemeriksaan ini terdiri atas beberapa elemen seperti penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, interaksi selama wawancara, alam perasaan, afek, persepsi, isi pikir, proses pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, penilaian, dan daya tilik diri. (Stuart, 2007).
6. Kebutuhan persiapan pulang

2. Pohon masalah
Bila data telah terkumpul, perawat kemudian merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang telah terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah. (FASID, 1983 & INJF, 196 dikutip oleh Keliat, 2006).
Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk memperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah, yaitu penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). (Keliat, 2006).
Berikut pohon masalah klien dengan masalah utama halusinasi menurut Keliat (2006) :











Gambar 2 : Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2006 : 45)
Dari gambar tersebut, klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Halusinasi merupakan akibat dari harga diri rendah dan kurangnya keterampilan klien dalam berinteraksi sosial. Klien kemudian menarik diri dari lingkungan dan kemudian juga berefek pada kurangnya perhatian klien untuk merawat dirinya sehingga dapat menimbulkan masalah pada kesehatannya.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah klien yang mencakup baik respon sehat adaptif maupun maladaptif serta stressor yang menunjang. (Stuart dan Sundeen, 1998)
Komponen diagnosa keperawatan :
1. Problem (masalah) : nama atau label diagnosa
2. Etiologi (penyebab) : alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
3. Sign dan Sympton (tanda dan gejala) : manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan dan dapat ditegakkan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006), antara lain :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
2. Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri.
2. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu : tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis. Tujuan umum ini dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai, dimana tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan tersebut terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu kognitif, psikomotor dan afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya. (Stuart dan Laraia, 2001). Satu hal yang patut menjadi perhatian adalah bahwa tujuan umum dan khusus yang telah ditetapkan akan tercapai dengan maksimal bila terbina hubungan kemitraan dan kerja sama yang baik antara perawat, klien dan keluarga. (Keliat, 2006).
Menurut Keliat (2006), rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi adalah :
1. Tujuan umum : tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol halusinasinya.
5. Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
3. Intervensi keperawatan :
Tujuan Khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.
1. Sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal.
2. Perkenalkan nama perawat.
3. Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
4. Jelaskan tujuan pertemuan .
5. Jujur dan menepati janji.
6. Bersikap empati & menerima apa adanya.

Rasional :
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
Tujuan Khusus 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
2. Observasi perilaku klien yang terkait dengan halusinasinya.
Rasional :
Tahap awal untuk mengetahui adanya tanda dan gejala terjadinya halusinasi.
3. Bantu klien mengenal halusinasinya.
1. Jika menemukan klien sedang berhalusinasi, tanyakan apakah ada bayangan yang ia lihat???
2. Jika klien menjawab ada, lanjutkan bayangan apa ia lihat?
3. Katakan bahwa perawat percaya klien melihat bayangan itu namun perawat sendiri tidak melihatnya (dengan nada bersahabat dan bersungguh-sungguh).
4. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Rasional :
Dengan klien mengetahui halusinasinya maka klien dapat membedakan hal yang dapat membedakan hal yang nyata atau tidak.
4. Diskusikan dengan klien :
1. Situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi (jika sendiri, jengkel atau sedih).
2. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi pagi, siang, sore, malam;terus-menerus atau sewaktu-waktu).
Rasional :
Mengetahui kualitas dan kuantitas halusinasi dan indikator memberikan intervensi selanjutnya.
5. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, dan senang), beri kesempatan.
Rasional :
Mengetahui apa yang klien rasakan terkait halusinasinya.
Tujuan Khusus 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi
Intervensi :
1. Identifikasi bersama klien tentang cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, menyibukan diri).


Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien.
Rasional :
Meningkatkan harga diri klien.
3. Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya :
1. Melawan bayangan itu dengan mengatakan tidak mau melihat.
2. Lakukan kegiatan : menyapu/mengepel.
3. Minum obat secara teratur.
4. Lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
Rasional :
Hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
4. Bantu klien untuk memilih dan melatih cara baru memutus halusinasi secara bertahap.
Rasional :
Klien dapat mencoba dan kemudian mempraktekkan cara baru tersebut.
4. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Meningkatkan harga diri klien.
4. Anjurkan klien mengikuti TAK : orientasi realitas, stimulasi persepsi.
Rasional :
Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain dan dapat melupakan halusinasinya.
Tujuan Khusus 4 : Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Intervensi :
1. Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung; pada saat kunjungan keluarga) :
1. Gejala halusinasi yang dialami klien.
2. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarganya untuk memutus halusinasinya
3. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah; beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4. Beri informasi waktu (follow up) kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tidak terkontrol atau resiko mencederai orang lain.
Rasional :
Mengetahui sejauhmana pngetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
Tujuan Khusus 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
Rasional :
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
2. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
3. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Menambah pengetahuan klien tentang efek samping obat.
4. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 B

Rasional :
Menghindari kesalahan dalam pemberian obat.
5. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien dan lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now) serta hal yang tidak boleh dilupakan bahwa perawat harus mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan. (Keliat, 2006).
6. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan anara respon klien dan tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan. (Keliat, 2006).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP mencakup :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah :
1. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
2. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
3. Meminta bantuan / partisipasi keluarga.
4. Mampu berhubungan dengan orang lain.
5. Menggunakan obat dengan benar.
Pada Keluarga :
1. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
2. Mampu merawat klien di rumah tentang cara mengatasi halusinasi dan mendukung kegiatan-kegiatan klien. (Keliat, 2006).

HALUSINASI

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap individu hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Segi kehidupan jiwa merupakan salah satu segi yang menentukan kriteria sehat. Keadaan kesehatan jiwa merupakan keadaan yang menggambarkan kesatuan hubungan yang erat antara pikiran, perasaan, ucapan dan tingkah laku. Seseorang dikatakan sehat jiwanya, bila :
1. Dapat menyesuaikan diri terhadap setiap lingkungan dengan cukup baik.
2. Dapat menyesuaikan diri terhadap hal-hal yang biasa.
3. Memperlihatkan emosi yang stabil
4. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri untuk melakukan suatu pekerjaan atau memperlihatkan prestasi sesuai dengan taraf dan tingkat perkembangannya.
Penyimpangan dari hal-hal diatas menunjukkan adanya gangguan jiwa.
Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari 4 (empat) masalah kesehatan yang utama di negara modern selain penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan. Meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan jiwa dapat menyebabkan ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok sehingga berpotensi menghambat pembangunan (Hawari, 2001), serta pengaruhnya pada produktivitas manusia dan juga kaitannya dengan kasus-kasus kriminal seperti bunuh diri (Dep-Kes, 2006).
Menurut data empiris WHO menyebutkan, tahun 2007, tiga per mil penduduk suatu wilayah mengalami gangguan jiwa dan 19 per mil mengalami stres
Bahkan diperkirakan pada saat ini, 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku dan jumahnya terus meningkat. Lebih jauh telah diprediksi oleh WHO bahwa satu dari empat keluarga memiliki sekurang-kurangnya satu anggota keluarga yang memiliki gangguan mental (WHO, 2007 )
Selama kurun waktu tiga hingga empat tahun terakhir, angka penderita gangguan jiwa di Indonesia semakin meningkat. Masalah ekonomi menjadi penyebab utama terjadinya gangguan kejiwaan. Bahkan diperkirakan satu dari empat penduduk di Indonesia mengidap gangguan jiwa.
Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga beratDilain pihak, klien dengan masalah kejiwaan pada umumnya berada dalam kondisi psikologik yang lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya. (Keliat, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa lingkup masalah kesehatan jiwa yang di hadapi individu sangat kompleks sehingga diperlukan penanganan yang bersifat kompleks pula. Meskipun perkembangan pengetahuan tentang pengobatan efektif untuk gangguan jiwa sudah cukup pesat, namun permasalahan besar dalam hal pengobatan dan sumber daya yang tersedia masih ada. Sebuah studi yang dilaksanakan oleh WHO pada 2005 menunjukkan bahwa di 14 (empat belas) negara berkembang, terdapat sekitar 76 – 85 % pasien yang tidak mendapatkan pengobatan apapun pada tahun utama kasus gangguan jiwa parah.
Salah satu gangguan jiwa yang terbanyak terjadi adalah Schizofrenia yang menduduki peringkat ke-4 (empat) dari 10 (sepuluh) besar penyakit terberat di seluruh dunia (Stuart, 2007). Berkenaan dengan hal ini, WHO (2007) melansir bahwa sekitar 25 juta orang penduduk di seluruh dunia mengalami Schizofrenia. Di Indonesia sendiri, kasus klien dengan Schizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan diperkirakan dalam 25 tahun mendatang akan mencapai 3/1000 penduduk. (Hawari, 2001 )
Menurut Stuart (2007), klien dengan Schizofrenia memiliki 5 (lima) gejala positif dan salah satu gejala yang paling umum muncul adalah halusinasi. Halusinasi sendiri didefenisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah. (Stuart, 2007)
Sedangkan menurut Eugen Bleuler ada 4 gejala fundamental untuk skizoprenia yaitu:
1. Asosiasi tergannggu (terutama kelonggaran assosiasi)
2. Afektif terganggu
3. Autisme
4. Ambivalensi
Berdasarkan data dari bagian Medical Record RSKD Prov. Sulsel bahwa jumlah penderita gangguan jiwa khususnya halusinasi terus meningkat dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini (2007 – 2009). Pada bulan Januari – Desember 2007 terdapat sebanyak 9245 (49%) dari 9245 penderita. Pada tahun 2008 berjumlah 10.567 dengan jumlah penderita halusinasi sebanyak 5265 jiwa atau sekitar 49,52%. Pada tahun 2009 Januari hingga Maret terdapat sebanyak 1166 penderita halusinasi dari 3.258 penderita.
Tingginya angka penderita gangguan jiwa yang mengalami halusinasi merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena halusinasinya.
Selain itu, di masyarakat dan keluarga, klien dengan gangguan kejiwaan sering dianggap sudah tidak memiliki perasaan lagi dan anggapan bahwa mereka berbahaya menjadi stigma negatif yang begitu melekat. (Andri, 2006).
Lebih jauh lagi, klien dengan gangguan kejiwaan juga sering mengalami perlakuan diskriminatif dan tidak mendapatkan pertolongan yang memadai karena masih adanya stigma bahwa penyakit kejiwaan seperti Schizofrenia adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan (Hawari, 2001). Pemberian asuhan keperawatan yang profesional diharapkan mampu mengatasi hal ini. Apalagi saat ini, kita tidak dapat menutup mata bahwa pelayanan kesehatan jiwa di pusat layanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit masih jauh dari yang diharapkan. Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan adalah masih kurangnya jumlah sumber daya manusia dan fasilitas yang kurang memadai membuat pelayanan kepada pasien dengan gangguan jiwa kurang maksimal. Menurut data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), saat ini hanya tersedia sekitar 8.500 tempat tidur di RSJ seluruh Indonesia. Demikian juga dengan ketersediaan tenaga medis seperti dokter jiwa hanya sekitar 500 orang. Sedangkan pemerintah hanya mengalokasikan anggaran di bawah 1% untuk kesehatan jiwa, dari total anggaran kesehatan di Indonesia serta dari segi tenaga di bidang keperawatan yang belum berimbang jika dibandingkan dengan jumlah pasien. Hal ini kemudian berimbas pada waktu pemulihan dan rehabilitasi pasien yang lama.

Rabu, 23 Desember 2009

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN halusinasi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d halusinasi penglihatan
TUM :
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan pada dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.




























TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya












































































TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasi






















































TUK 4 :
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.












































TUK 5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinasinya








1.1 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.























2.1 Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata















































2.2 Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi























3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul


3.2 Klien dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi :
1). Melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar
2). Lakukan kegiatan : menyapu/
mengepel.
3). Minum obat secara teratur
4). Lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi



























4.1 Keluarga dapat membina hubungan saling percaya
4.2 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi








































5.1 Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.

5.2 Klien dapat mendemonstrasi-kan penggunaan obat yang benar.
5.3 Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat

5.4 Klien memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.
5.5 Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar dalam penggunaan obat









1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.
- Sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal.
- Perkenalkan nama perawat
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Bersikap empati & menerima apa adanya





2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.



2.1.2 Observasi perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi

2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya :
1) Jika menemukan klien sedang berhalusinasi, tanyakan apakah ada bayangan yang ia lihat?
2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan bayangan apa ia lihat?
3) Katakan bahwa perawat percaya klien melihat bayangan itu namun perawat sendiri tidak melihatnya (dengan nada bersahabat dan bersungguh-sungguh)
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.

2.2.1 Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi (jika sendiri, jengkel atau sedih)
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi pagi, siang, sore, malam;terus-menerus atau sewaktu-waktu)
2.2.2 Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, dan senang), beri kesempatan

3.1.1 Identifikasi bersama klien tentang cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, menyibukan diri).
3.2.1 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien.
3.2.2 Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya :
1) Melawan bayangan itu dengan mengatakan tidak mau melihat.
2) Lakukan kegiatan: menyapu/ mengepel.
3) Minum obat secara teratur
4) Lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi
3.2.3 Bantu klien untuk memilih dan melatih cara baru memutus halusinasi secara bertahap.
3.2.4 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.2.5 Anjurkan klien mengikuti TAK:orientasi realitas, stimulasi persepsi.




4.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga dengan prinsip komunikasi terapeutik.
4.2.1 Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung; pada saat kunjungan keluarga) :
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarganya untuk memutus halusinasinya
3) Cara merawat angota keluarga yang halusinasi di rumah; beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4) Beri informasi waktu (follow up) kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tidak terkontrol atau resiko mencederai orang lain.

5.5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat


5.2.1 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3.1 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek samping obat yang dirasakan

5.4.1 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.

5.5.1 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 B










 Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien



























 Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi
 Tahap awal untuk mengetahui adanya tanda dan gejala terjadinya halusinasi.

 Dengan klien mengetahui halusinasinya maka klien dapat membedakan hal yang dapat membedakan hal yang nyata atau tidak



























 Mengetahui kualitas dan kuantitas halusinasi dan indikator memberikan intervensi selanjutnya






















 Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya


 Meningkatkan harga diri klien





 Hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan
















 Klien dapat mencoba dan kemudian mempraktekkan cara baru tersebut
 Meningkatkan harga diri klien.





 Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain dan dapat melupakan halusinasinya

 Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat



 Mengetahui sejauhmana pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien serta meningkatkan pengetahuan keluarga































 Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur





 Menambah pengetahuan klien tentang efek samping obat.


 Menghindari kesalahan dalam pemberian obat

Selasa
15/ 12 / 2009 Perubahan persepsi sensori ; halusinasi penglihatan b/d menarik diri, TUM :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi


TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.




TUK 2 :
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri



















TUK 3 :
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain













TUK 4 :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap













TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain













TUK 6 :
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga























1.1 Ekspresi wajah bersahabat, klien tampak tenang, berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.

















3.1 Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
– Mempunyai teman.
– Mengungkapkan perasaan.
– Membantu menyelesaikan masalah











4.1 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap :
– Membalas sapaan
– Menatap mata
– Mau interaksi













5.1 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


















6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri
















1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.




2.1.1 Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.



2.1.3 Beri Reinforcement positif atas keberhasilan klien mengungkapkan penyebab menarik diri.


3.1.1 Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain


3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain

3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain

4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap
– K – P
– K – P – P lain
– K – P – P lain – Pasien lain
– K.- Keluarga

4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan



5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.


6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga

.
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga :
– Perilaku menarik diri
– Penyebab perilaku menarik diri.
– Cara keluarga menghadapi klien.

6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu)










 Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien





 Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
 Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya
 Meningkatkan harga diri klien.







 Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
 Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.

 Meningkatkan harga diri klien.







 Mencegah timbulnya halusinasi.


 Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.





 Meningkatkan harga diri klien.





 Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain
 Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
 Meningkatkan harga diri klien.









 Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.





 Agar klien merasa diperhatikan.




3 Selasa
15/ 12 / 2009 Defisit perawatan diri b/d intoleransi aktivitas TUM :
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
TUK 1 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri




























































TUK 2 :
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat









TUK 3 :
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri






TUK 4 :
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri.
















1.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri
- Badan tidak bau, rambut rapi, bersih & tidak bau, gigi bersih & tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek













1.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri.
– Memberi rasa segar
– Mencegah penyakit mulut
– Memberikan rasa nyaman











1.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri
– mandi 2 x sehari, pakai sabun
– gosok gigi minimal 2 x sehari
– cuci rambut 2- 3 x sehari
– ganti pakaian 1 x sehari.


2.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.












3.1 Klien selalu rapi dan bersih








4.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri












4.2 Keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri












1.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda-tanda bersih


1.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri
1.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri

1.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri


1.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri
1.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri

1.3.1 Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri dengan cara :
– mandi 2 x sehari, pakai sabun
– gosok gigi minimal 2 x sehari
– cuci rambut 2- 3 x sehari
– ganti pakaian 1 x sehari.

2.1.1 Motivasi & bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri yaitu
– Mandi pakai sabun, gosok gigi, cuci rambut, ganti pakaian.
2.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju



3.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.




4.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.



4.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan
4.2.1 Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien


4.2.2 Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam kebersihan diri
4.2.3 Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri






 Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri








 Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan dir

i.
 Meningkatkan harga diri klien






 Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri





 Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan



 Meningkatkan harga diri klien
.





 Agar klien termotivasi untuk memelihara kebersihan diri.











 Agar klien melaksanakan kebersihan diri.








 Memberikan kesegaran.



 Meningkatkan harga diri sendiri.







 Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien
 Diskusikan kepada keluarga tentang





 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang manfaat sarana yang dibutuhkan


 Meningkatkan motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri

 Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara yang dilakukan dalam menjaga kebersihan diri klien

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN halusinasi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d halusinasi penglihatan
TUM :
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan pada dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.




























TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya












































































TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasi






















































TUK 4 :
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.












































TUK 5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinasinya








1.1 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.























2.1 Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata















































2.2 Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi























3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul


3.2 Klien dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi :
1). Melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar
2). Lakukan kegiatan : menyapu/
mengepel.
3). Minum obat secara teratur
4). Lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi



























4.1 Keluarga dapat membina hubungan saling percaya
4.2 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi








































5.1 Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.

5.2 Klien dapat mendemonstrasi-kan penggunaan obat yang benar.
5.3 Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat

5.4 Klien memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.
5.5 Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar dalam penggunaan obat









1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.
- Sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal.
- Perkenalkan nama perawat
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Bersikap empati & menerima apa adanya





2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.



2.1.2 Observasi perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi

2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya :
1) Jika menemukan klien sedang berhalusinasi, tanyakan apakah ada bayangan yang ia lihat?
2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan bayangan apa ia lihat?
3) Katakan bahwa perawat percaya klien melihat bayangan itu namun perawat sendiri tidak melihatnya (dengan nada bersahabat dan bersungguh-sungguh)
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.

2.2.1 Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi (jika sendiri, jengkel atau sedih)
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi pagi, siang, sore, malam;terus-menerus atau sewaktu-waktu)
2.2.2 Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, dan senang), beri kesempatan

3.1.1 Identifikasi bersama klien tentang cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, menyibukan diri).
3.2.1 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien.
3.2.2 Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya :
1) Melawan bayangan itu dengan mengatakan tidak mau melihat.
2) Lakukan kegiatan: menyapu/ mengepel.
3) Minum obat secara teratur
4) Lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi
3.2.3 Bantu klien untuk memilih dan melatih cara baru memutus halusinasi secara bertahap.
3.2.4 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.2.5 Anjurkan klien mengikuti TAK:orientasi realitas, stimulasi persepsi.




4.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga dengan prinsip komunikasi terapeutik.
4.2.1 Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung; pada saat kunjungan keluarga) :
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarganya untuk memutus halusinasinya
3) Cara merawat angota keluarga yang halusinasi di rumah; beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4) Beri informasi waktu (follow up) kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tidak terkontrol atau resiko mencederai orang lain.

5.5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat


5.2.1 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3.1 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek samping obat yang dirasakan

5.4.1 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.

5.5.1 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 B










 Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien



























 Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi
 Tahap awal untuk mengetahui adanya tanda dan gejala terjadinya halusinasi.

 Dengan klien mengetahui halusinasinya maka klien dapat membedakan hal yang dapat membedakan hal yang nyata atau tidak



























 Mengetahui kualitas dan kuantitas halusinasi dan indikator memberikan intervensi selanjutnya






















 Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya


 Meningkatkan harga diri klien





 Hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan
















 Klien dapat mencoba dan kemudian mempraktekkan cara baru tersebut
 Meningkatkan harga diri klien.





 Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain dan dapat melupakan halusinasinya

 Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat



 Mengetahui sejauhmana pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien serta meningkatkan pengetahuan keluarga































 Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur





 Menambah pengetahuan klien tentang efek samping obat.


 Menghindari kesalahan dalam pemberian obat

Selasa
15/ 12 / 2009 Perubahan persepsi sensori ; halusinasi penglihatan b/d menarik diri, TUM :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi


TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.




TUK 2 :
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri



















TUK 3 :
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain













TUK 4 :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap













TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain













TUK 6 :
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga























1.1 Ekspresi wajah bersahabat, klien tampak tenang, berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.

















3.1 Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
– Mempunyai teman.
– Mengungkapkan perasaan.
– Membantu menyelesaikan masalah











4.1 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap :
– Membalas sapaan
– Menatap mata
– Mau interaksi













5.1 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


















6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri
















1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.




2.1.1 Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.



2.1.3 Beri Reinforcement positif atas keberhasilan klien mengungkapkan penyebab menarik diri.


3.1.1 Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain


3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain

3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain

4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap
– K – P
– K – P – P lain
– K – P – P lain – Pasien lain
– K.- Keluarga

4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan



5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.


6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga

.
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga :
– Perilaku menarik diri
– Penyebab perilaku menarik diri.
– Cara keluarga menghadapi klien.

6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu)










 Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien





 Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
 Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya
 Meningkatkan harga diri klien.







 Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
 Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.

 Meningkatkan harga diri klien.







 Mencegah timbulnya halusinasi.


 Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.





 Meningkatkan harga diri klien.





 Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain
 Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
 Meningkatkan harga diri klien.









 Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.





 Agar klien merasa diperhatikan.




3 Selasa
15/ 12 / 2009 Defisit perawatan diri b/d intoleransi aktivitas TUM :
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
TUK 1 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri




























































TUK 2 :
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat









TUK 3 :
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri






TUK 4 :
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri.
















1.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri
- Badan tidak bau, rambut rapi, bersih & tidak bau, gigi bersih & tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek













1.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri.
– Memberi rasa segar
– Mencegah penyakit mulut
– Memberikan rasa nyaman











1.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri
– mandi 2 x sehari, pakai sabun
– gosok gigi minimal 2 x sehari
– cuci rambut 2- 3 x sehari
– ganti pakaian 1 x sehari.


2.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.












3.1 Klien selalu rapi dan bersih








4.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri












4.2 Keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri












1.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda-tanda bersih


1.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri
1.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri

1.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri


1.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri
1.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri

1.3.1 Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri dengan cara :
– mandi 2 x sehari, pakai sabun
– gosok gigi minimal 2 x sehari
– cuci rambut 2- 3 x sehari
– ganti pakaian 1 x sehari.

2.1.1 Motivasi & bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri yaitu
– Mandi pakai sabun, gosok gigi, cuci rambut, ganti pakaian.
2.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju



3.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.




4.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.



4.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan
4.2.1 Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien


4.2.2 Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam kebersihan diri
4.2.3 Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri






 Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri








 Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan dir

i.
 Meningkatkan harga diri klien






 Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri





 Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan



 Meningkatkan harga diri klien
.





 Agar klien termotivasi untuk memelihara kebersihan diri.











 Agar klien melaksanakan kebersihan diri.








 Memberikan kesegaran.



 Meningkatkan harga diri sendiri.







 Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien
 Diskusikan kepada keluarga tentang





 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang manfaat sarana yang dibutuhkan


 Meningkatkan motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri

 Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara yang dilakukan dalam menjaga kebersihan diri klien

KONSEP DASAR PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

HALUSINASI

A. KONSEP DASAR PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
1. Pengertian
a. Persepsi
Beberapa pengertian persepsi menurut para ahli :
1) Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. (Harber, Judith, 1987 ).
2) Persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra. (Stuart, 2007).
Jadi, gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu.
Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal. Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akan perasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987).
b. Halusinasi
Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus. (Towsend, 1998).
Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana individu atau kelompok beresiko mengalami perubahan dalam jumlah, pola atau interpretasi stimulus yang datang (Carpenito, 1998).
Perubahan persepsi sensori adalah tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, perabaan (Soewadi 1999,
Gangguan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian halusinasi di bawah ini di kemukakan oleh beberapa ahli :
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsang pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik atau histerik (W.F Maramis, 2005,
1) Halusinasi adalah kesan atau pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007)
2) Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah di mana tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya, yang dapat berwujud pengindraan kelima indra yang keliru. (Arif, 2006)
3) Halusinasi adalah bila rangsang dari luar terhadap indera itu tidak nyata tetapi penderita yakin kalau itu ada (Soewadi, 1999,
4) Halusinasi adalah persepsi yang salah terjadi tanpa adanya stimulus eksternal (Stuart dan Laraia, 2002, dikutip oleh Bambang Triwahono
5) Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi sensori klien terhadap lingkungan tanpa ada stimulus yang nyata.
Sedangkan halusinasi penglihatan adalah persepsi indera penglihatan yang salah tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata.

2. Etiologi halusinasi
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
3. Patofisiologi halusinasi
Stuart dan Sundeen (1998), mengemukakan dua teori tentang halusinasi, yaitu :
a. Teori biokimia
Respon metabolik terhadap stress yang mengakibatkan pelepasan zat halusinogen pada sistem limbik otak, atau terganggunya keseimbangan neurotransmiter di otak.
b. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang di tekan yang kemungkinan mengancam untuk timbul.

4. Gejala Halusinasi
Seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas. Menurut H.G. Morgan (1998) bahwa gejala halusinasi adalah :
a. Mendengar pikirannya sendiri
b. Mendengar suara-suara yang berargumentasi, mengomentari perbuatannya.
c. Somatic passivity : pengalaman bahwa ada kekuatan dari luar yang mempengaruhi tubuhnya.
d. Pikiran ditarik keluar, disisipi atau diinterupsi oleh pengaruh luar.
e. Pikiran yang dipancarkan (disiarkan) atau percaya bahwa orang lain juga demikian.
f. Perasaan, impuls dorongan dirasakan diatur dari luar.
Sedangkan menurut Yani (2005), gejala halusinasi adalah :
a. Bicara, senyum, tertawa sendiri.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respon verbal lambat.
e. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
f. Tidak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata.
g. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
h. Perhatian dengan lingkungan kurang
i. Sulit berhubungan dengan orang lain.
j. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
k. Tidak mampu mengikuti perintah perawat.
l. Tampak tremor dan berkeringat.
m. Perilaku panik agitasi atau katakon
n. Tidak dapat mengurus diri sendiri.


5. Jenis-jenis halusinasi
Halusinasi dapat diklasifikasikan menjadi 7 macam (Stuart dan Laraia, 2001, hal 409) :
a. Halusinasi pendengaran : mendengar suara-suara atau bisikan paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang dapat membahayakan.
b. Halusinasi penglihatan : stimulus visual dalam bentuk kelihatan cahaya, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Halusinasi penciuman : membaui bau-bauan tertentu umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
d. Halusinasi pengecapan : Merasakan sesuatu yang tidak nyata seperti rasa darah, urine, feses.
e. Halusinasi perabaan : mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
f. Halusinasi Cenesthetic : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan.
g. Halusinasi Kinesthetic : merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

6. Tahapan halusinasi
Tahapan halusinasi terdiri dari 4 (empat) fase (Stuart dan Laraia, 2001 hal 424):
a. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks, tidak mampu berespon lebih dari 1 (satu) orang.

7. Rentang respon halusinasi.
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera, maka klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

Berikut ini, rentang respon neurobiologis dimana halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif dari persepsi.






Respon Adaptif Respon Maladaptif
• Pikiran logis
• Persepsi akurat
• Emosi konsisten dengan pengalaman
• Perilaku sesuai
• Berhubungan sosial • Distorsi pikiran
• Ilusi
• Reaksi emosi berlebihan atau kurang
• Perilaku aneh/ tidak biasa
• Menarik diri • Gangguan pikir / delusi
• Halusinasi
• Sulit berespon emosi
• Perilaku disorganisasi
• Isolasi sosial
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologi (Stuart, 2007 : 241)
a. Pikiran Logis : ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi Akurat : persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
c. Emosi konsisten : manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan Sosial : hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
f. Proses pikir kadang terganggu (ilusi) : misinterpretasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indera yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi yang berlebihan atau kurang : manifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
h. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
i. Menarik diri : percobaan untuk menghindari interaksi huungan dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
j. Waham : keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
8. Pengobatan Halusinasi
Pengobatan pada pasien halusinasi yaitu :
a. Chlorpromazine (CPZ)
CPZ adalah derivat yang mempunyai khasiat dan bekerja pada susunan saraf pusat, yaitu mendepresi sub kortikal SSP yang menimbulkan efek psikotropik, sedasi, anti emetik dan dapat menekan refleks batuk. Penghambatan pada hipothalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengaturan suhu. CPZ digunakan dalam penanganan psikosis akut atau kronis yang meliputi skizofrenia dan fase manik pada gangguan depresi manik.
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian CPZ meliputi efek sedasi, pusing, pingsan, hipotensi orthostatik, palpitasi, takikardi, sindroma pada mulut, kemerahan pada mukosa, vesikel lidah kotor, gigi tanggal, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, ejakulasi tertahan. CPZ juga menyebabkan efek samping ekstra piramidal yang meliputi parkinsonisme, distonia, diskinesia. Gangguan hormonal dapat terjadi yaitu menstruasi tidak teratur, ginekomastia, penurunan libido, peningkatan nafsu makan, berat badan meningkat, edema glikosuria, hiperglikemia atau hipoglikemia. Reaksi hipersensitif pada beberapa orang menimbulkan efek/gejala-gejala jaundice, gatal-gatal pada kulit, petechia, dermatitis dan reaksi anafilaktif.
b. Haloperidol (HLP)
HLP adalah obat antipsikotik derivat yang khasiatnya hampir sama dengan derivat fenotiazin (CPZ). Kemungkinan terjadinya efek samping ekstrapiramidal lebih tinggi dibandingkan obat golongan fenotiazin sedangkan efek sedatif dan hipotensi kurang dibandingkan dengan jenis obat transequalizer yang lain. Mekanisme tepatnya yaitu mendepresi susunan saraf pusat pada tingkat subkortikal mid brain dan batang otak. Efek anti emetik juga terjadi. Haloperidol biasanya digunakan pada psikosa akut dan kronis, fase manik pada psikosis manik-depresi dan psikoreaktif.
Efek Samping
Efek samping HLP serupa dengan CPZ, perbedaannya terletak pada efek samping hipotensi orthostatik lebih ringan, sedang efek samping reaksi ekstra lebih berat. Efek samping pada SSP meliputi parkinsonisme, gelisah, ataksia, hiperfleksi, kortikolis dan kardive diskenesia. Efek otonomi dapat terjadi, mulut kering (hipersalivasi), konstipasi (diare), reaksi urine diaporesis (dosis berlebihan). Pada darah, dapat terjadi leukopenia, leukositosis, anemia. Pada saluran napas, terjadi laringospasme, bronkhospasme, peningkatan kedalaman napas, bronchopneumonia, depresi pernapasan. Pada endokrin, menstruasi tidak teratur, nyeri pada payudara, ginekomastia, impotensi. Pada kulit, kemerahan, rambut rontok. Dapat juga terjadi anoreksia, mual, muntah, jaundice, penurunan kadar kolesterol darah.
c. Trihexyphenidil (THP)
THP adalah obat yang sering dipakai sebagai penyerta pemberian obat anti psikotik jenis fenotiazin dan butirofenon karena khasiatnya merelaksasi otot polos dan spasmodik.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi : mulut kering, pusing, pandangan kabur, midriasis, fotofobia, mual, nervous, konstipasi, mengantuk, retensi urine. Pada SSP dapat terjadi : bingung, agitasi, delirium, manifestasi psikotik, euforia, reaksi hipersensitif : glaukoma parotitis.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Menurut Carpenito dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, menentukan masalah/diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. (Keliat, 2006). Kegiatan yang perlu dilakukan perawat adalah mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan gejala serta faktor penyebab. Data yang langsung yang didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil pengkajian atau catatan tim kesehatan lain disebut sebagai data sekunder.
Menurut Stuart (2007), berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian meliputi beberapa faktor antara lain :
a. Faktor predisposisi
Meliputi faktor perkembangan, sosio kultural, psikologi, genetik dan biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan. Berbagai faktor di masyarakat dapat membuat seseorang merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stres yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan sistem neurotransmiter. Hubungan interpersonal tidak harmonis. Peran ganda bertentangan sering mengakibatkan kecemasan dan stres.
b. Faktor presipitasi
Berbagai stressor dapat mengakibatkan timbulnya halusinasi, hubungan interpersonal masalah psikososial dapat meningkatkan kecemasan dan stres sebagai pencetus terjadinya halusinasi.
c. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
d. Mekanisme koping
Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
e. Status Mental
Pemeriksaan status mental merupakan contoh representatif kehidupan psikologis pasien dan sejumlah observasi dan kesan perawat pada saat itu. Pemeriksaan ini terdiri atas beberapa elemen seperti penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, interaksi selama wawancara, alam perasaan, afek, persepsi, isi pikir, proses pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, penilaian, dan daya tilik diri. (Stuart, 2007).
f. Kebutuhan persiapan pulang

2. Pohon masalah
Bila data telah terkumpul, perawat kemudian merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang telah terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah. (FASID, 1983 & INJF, 196 dikutip oleh Keliat, 2006).
Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk memperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah, yaitu penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). (Keliat, 2006).
Berikut pohon masalah klien dengan masalah utama halusinasi menurut Keliat (2006) :













Gambar 2 : Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2006 : 45)
Dari gambar tersebut, klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Halusinasi merupakan akibat dari harga diri rendah dan kurangnya keterampilan klien dalam berinteraksi sosial. Klien kemudian menarik diri dari lingkungan dan kemudian juga berefek pada kurangnya perhatian klien untuk merawat dirinya sehingga dapat menimbulkan masalah pada kesehatannya.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah klien yang mencakup baik respon sehat adaptif maupun maladaptif serta stressor yang menunjang. (Stuart dan Sundeen, 1998)
Komponen diagnosa keperawatan :
a. Problem (masalah) : nama atau label diagnosa
b. Etiologi (penyebab) : alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
c. Sign dan Sympton (tanda dan gejala) : manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan dan dapat ditegakkan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006), antara lain :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
b. Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi.
c. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri.
4. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu : tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis. Tujuan umum ini dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai, dimana tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan tersebut terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu kognitif, psikomotor dan afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya. (Stuart dan Laraia, 2001). Satu hal yang patut menjadi perhatian adalah bahwa tujuan umum dan khusus yang telah ditetapkan akan tercapai dengan maksimal bila terbina hubungan kemitraan dan kerja sama yang baik antara perawat, klien dan keluarga. (Keliat, 2006).
Menurut Keliat (2006), rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi adalah :
a. Tujuan umum : tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengenal halusinasinya.
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol halusinasinya.
5) Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
c. Intervensi keperawatan :
Tujuan Khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.
1). Sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal.
2). Perkenalkan nama perawat.
3). Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
4). Jelaskan tujuan pertemuan .
5). Jujur dan menepati janji.
6). Bersikap empati & menerima apa adanya.

Rasional :
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
Tujuan Khusus 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
b. Observasi perilaku klien yang terkait dengan halusinasinya.
Rasional :
Tahap awal untuk mengetahui adanya tanda dan gejala terjadinya halusinasi.
c. Bantu klien mengenal halusinasinya.
1) Jika menemukan klien sedang berhalusinasi, tanyakan apakah ada bayangan yang ia lihat???
2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan bayangan apa ia lihat?
3) Katakan bahwa perawat percaya klien melihat bayangan itu namun perawat sendiri tidak melihatnya (dengan nada bersahabat dan bersungguh-sungguh).
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Rasional :
Dengan klien mengetahui halusinasinya maka klien dapat membedakan hal yang dapat membedakan hal yang nyata atau tidak.
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi (jika sendiri, jengkel atau sedih).
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi pagi, siang, sore, malam;terus-menerus atau sewaktu-waktu).
Rasional :
Mengetahui kualitas dan kuantitas halusinasi dan indikator memberikan intervensi selanjutnya.
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, dan senang), beri kesempatan.
Rasional :
Mengetahui apa yang klien rasakan terkait halusinasinya.
Tujuan Khusus 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi
Intervensi :
a. Identifikasi bersama klien tentang cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, menyibukan diri).


Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
b. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien.
Rasional :
Meningkatkan harga diri klien.
c. Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya :
1) Melawan bayangan itu dengan mengatakan tidak mau melihat.
2) Lakukan kegiatan : menyapu/mengepel.
3) Minum obat secara teratur.
4) Lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
Rasional :
Hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
d. Bantu klien untuk memilih dan melatih cara baru memutus halusinasi secara bertahap.
Rasional :
Klien dapat mencoba dan kemudian mempraktekkan cara baru tersebut.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Meningkatkan harga diri klien.
f. Anjurkan klien mengikuti TAK : orientasi realitas, stimulasi persepsi.
Rasional :
Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain dan dapat melupakan halusinasinya.
Tujuan Khusus 4 : Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Intervensi :
a. Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung; pada saat kunjungan keluarga) :
1) Gejala halusinasi yang dialami klien.
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarganya untuk memutus halusinasinya
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah; beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4) Beri informasi waktu (follow up) kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tidak terkontrol atau resiko mencederai orang lain.
Rasional :
Mengetahui sejauhmana pngetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
Tujuan Khusus 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
Rasional :
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Menambah pengetahuan klien tentang efek samping obat.
d. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 B

Rasional :
Menghindari kesalahan dalam pemberian obat.
5. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien dan lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now) serta hal yang tidak boleh dilupakan bahwa perawat harus mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan. (Keliat, 2006).
6. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan anara respon klien dan tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan. (Keliat, 2006).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP mencakup :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah :
a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c. Meminta bantuan / partisipasi keluarga.
d. Mampu berhubungan dengan orang lain.
e. Menggunakan obat dengan benar.
Pada Keluarga :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
b. Mampu merawat klien di rumah tentang cara mengatasi halusinasi dan mendukung kegiatan-kegiatan klien. (Keliat, 2006).