ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH

SAYA BERHARAP SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT BAGI TEMAN2 YANG SEDANG MENCARI..................ILMU tentang keperawatan.




Minggu, 31 Mei 2009

askep Benigna Hiperplasia Prostat

BAB I
KONSEP MEDIS

A. Defenisi
BPH (benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembentukan jaringan yang berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas (Jinak). Yang sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun.
B. Etiologi
Penyebab dari BPH belum diketahui dengan pasti , namun lebih banyak ditemukan pada orang yang produksi testisnya berlebihan yaitu terjadinya akumulasi dehydroxytosteron (DHT) dan proses penuaan dianggap berperan dalam terjadinya BPH.

Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah :
1. Adanya prubahan keseimbangan antara hormone testosterone dan estrogen pada usia lanjut.
2. Peran faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena kekurangan sel mati.
4. Teori sel system menerangkan bahwa terjadi poliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
C. Patofisiologi
• Proses penuaan dan adanya sirkulasi androgen menimbulkan perkembangan BPH
• Pembesaran jaringan prostat yang berlebihan, merupakan tonjolan jaringan (hyperplasia) yang biasanya terdapat pada lobus lateral dan lobus medialis, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari kelenjar prostat. Pembesaran prostat akan menghambat aliran urine (uretra). Keadaan ini menyebabkan kandung kemih menjadi lebih bekerja keras untuk mengeluarkan urine.
• Tonjolan ini menekan uretra menyerupai celah atau menekan dari bagian tengah uretra, kadang-kadang tonjolan tersebut membentuk kapsul menyerupai polip, yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen uretra, akibatnya buang air kecil tidak lancar, pancaran urine lemah, urine tersisa dalam kandung kemih dan akhirnya akan menimbulkan infeksi aluran kemih.
• Akibat adanya hambatan aliran urin (obstruksi), yang lama dapat menyebabkan tegangan dinding kandung kemih yang tinggi akan diteruskan keseluruh bagian kandung kemih tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tegangan pada kedua muara ureter ini akan menimbulkan aliran balik urine dari kandung kemih ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Jika keadaan ini berlangsung terus, dapat mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal.

Pohon masalah BPH berdasarkan penyimpangan KDM

Perubahan kelenjar prostat berhubungan
Dengan proses ketuaan

Aktivitas seksual menurun Nyeri

Produksi kelenjar prostat meningkat Reseptor nyeri terangsang

Hiperplasia Prostat Regangan VU meningkat

Jaringan uretra tertekan Distensi VU

Obstruksi lumen pada uretra Volume residu meningkat Statis urin

Aliran urine keluar terhambat Akumulasi urin dalam VU meningkat

Retensi urin

D. Gambaran Klinis
1. Pada awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab tekanan kandung kemih dapat mengalami kompensasi untuk mengatasi retensi uretra.
2. Gejala yang disebabkan oleh aliran urine tersumbat ( Obstruksi) meliputi :
a. Hesitansi dan mengejan saat berkemih
b. Penurunan ukuran dan kekuatan aliran urine
c. Adanya perasaan berkemih tidak tuntas
d. Retensi urin
3. Gejala karena metastasis meliputi :
a. Nyeri pada area lumbosakral yang menyebar ke panggul dan turun ke kaki (dari metastatis tulang)
b. Ketidaknyamanan perineal dan rectal
c. Anemia, penurunan berat badan, kelemahan, mual, oliguria (karena uremia)
4. Pemeriksaan rectal untuk mendekteai nodul-nodul pada prostat.
5. Stadium BPH meliputi
a. Stadium I :
Ada obstruksi, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
b. Stadium II :
• Ada retensio urine, tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kurang lebih 50-150- cc
• Ada rasa tidak enak pada saat buang air kecil /disuria
• Nokturia
c. Stadium III :
 Setiap buang air kecil urine selalu tersisa 150 cc atau lebih
d. Stadium IV :
 Retensio urine total, buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secara periodic (over flow incontinentia)
E. Pemeriksaan diagnostic
1. DRE ( digital rectal examination) Test ini biasanya merupakan test pertama yang dilakukan dengan memasukkan jari ke rectum(rectal toucher) dan merasakan Prostat dekat rectum. Test ini memberikan opini bagi pemeriksa tentang ukuran dan kondisi Prostat.
2. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Prostate-Specific Antigen (PSA) Blood Test
Test ini untuk mendeteksi ada tidaknya kanker BPH.
b. Urin analisa : Hematuria dan Infeksi
c. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal
3. Pemeriksaan Radiologi :
a. Cystouretroscopy : Test ini untuk mengamati uretra, kandung kemih dan ukuran prostat.
b. USG.

F. Penatalaksanaan
1. Indewiling Cateter
2. Dilatasi balon pada uretra prostat dalam waktu singkat dapat menghilangkan gejala.
3. Bedah laser
4. Pengobatan dengan menggunakan hormon
5. Bedah TURP atau open prostat.










BAB II
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
 Klien mengeluh setiap buang air kecil sedikit dan hanya menetes.
 Klien mengeluh sakit pada saat berkemih
 Klien tampak meringis.
 Distensi kandung kemih
 KLien mengeluh sakit pada bagian perut bagian bawah
 Klien mengeluh tidak puas pada saat buang air kecil
 Urine sedikit.
 Urine Nampak keluar menetes.

b. Klasifikasi data
Data Obyektif Data Subyektif
 KLien tampak mringis
 Distensi kandung kemih
 Urine sedikit
 Urine tampak keluar menetes  Kien mengeluh setiap buang air kecil sedikit dan hanya menetes
 KLien mengeluh sakit pada saat berkemih
 KLien mengeluh sakit pada bagian perut bagian bawah
 Klien mengeluh tidak puas pada saat buang air kecil





c. Analisa data
Symptom Etiologi Problem
Ds :
 KLien mengeluh setiap buang air kecil sedikit dan hanya menetes
 Klien mengeluh tidak puas pada saat buang air kecil
Do :
 Urine sedikit
 Urine tampak keluar menetes. Jaringan uretra tertekan

Obstruksi lumen pada uretra

Aliran urine keluar terhambat

Retensio urin Retensio urin
Ds :
 Klien mengeluh sakit pada saat berkemih
 KLien mengeluh sakit pada bagian perut bagian bawah

Do :
 Klien tampak meringis Volume residu meningkat

Distensi VU

Regangan VU meningkat

Reseptor nyeri terangsang Nyeri akut
Ds :
-
Do :
- Akumulasi urin dalam VU meningkat

Volume residu meningkat

Statis urine

Menjadi media berkembangnya kuman Resiko terhadap infeksi

B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola eliminasi urin : Retensio urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada uretra akibat pembesaran kelenjar prostat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan regangan kandung kemih akibat obstruksi aliran urine.
c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter

C. Intervensi keperawatan
Gangguan pola eliminasi urin : Retensio urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada uretra akibat pembesaran kelenjar prostat ditandai dengan :
 Berkemih tidak lancar serta urine menetes
 Distensi kandung kemih
 Rasa sakit bila berkemih
Tujuan : Klien dapat berkemih secara normal dengan criteria :
 Rasa puas saat berkemih
 Tidak mengalami rasa sakit bila berkemih
 Tidak ada distensi kandung kemih
Tindakan keperawatan :
1. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam
Rasional : Meminimalkan retensi urin berlebihan pada kandun kemih
2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
3. Awasi dan catat waktu dan jam tiap berkemih, perhatikan penurunan pengeluaran urine dan perubahan berat jenis urin.
Rasional : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan bagian atas, yang dapat mempengaruhi ginjal.
4. Perkusi area suprapubik untuk menentukan adanya distensi
Rasional : Distensi abdomen dapat dirasakan didaerah suprapubik.
5. Anjurkan untuk minum 3000 ml/hari
Rasional : Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dan pertumbuhan bakteri.
6. Awasi tanda-tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi, edema, perubahan mental
Rasional : Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksis dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
7. Lakukan kateterisasi dan perawatan perineal
Rasional : Menurunkan resiko infeksi asenden
8. Berikan rendam duduk sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, meningkatkan upaya berkemih.
9. Kolaborasi tim medis pemberian :
 Antispasmodik (untuk menghilangkan spasme kandung kemih)
 Antibiotik
 Fenoksibenzamin (merelaksasikan otot poros prostat dan menurunkan tahanan terhadap urine.
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan regangan kandung kemih akibat obstruksi aliran urine.Ditandai dengan :
 Keluhan Nyeri.
 Ekspresi wajah meringis.
Tujuan : Klien menunjukan nyerinya berkurang atau hilang
Tindakan keperawatan :
1. Observasi tingkat nyeri dengan skala 0 – 10
Rasional : membantu informasi dalam keefektifan intervensi
2. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal retetnsi urin akut, namun ambulasi napas dalam dapat memperbaiki pola berkemih normal.
3. Anjurkan menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum.
Rasional : Meningkkatkan relaksasi otot
4. Kolaborasi dalam pemberian :
 Obat analgetik bahkan narkotik misalnya pethidin untuk menghilangkan nyeri berat dan relaksasi mental dan fisik.
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji aliran urine melalui kateter.
Rasional : Ketidak lancaran aliran urine melalui kateter sebagai akibat adanya sumbatan
2. Lakukan irigasi kandung kemih melalui kateter
Rasional : Irigasi akan mempertahankan aliran urin lanccar dan membersihkan kandung kemih dari kuman.
3. Berikan informasi kepada klien tentang pemasangan kateter
Rasional : Kurangnya pengetahuan klien tentang tindakan yang kan dilakukan akan memungkinkan klien menarik atau memegang kateter.
4. Pertahankan tehnik aseptic terutama saat perawatan kateter.
Rasional : Untuk mencegah terkontaminasi dengan mikroorganisme
5. Anjurkan klien selama pemasangan kateter harus banyak minum
Rasional : Untuk mempertahankan status hidrasi klien.






DAFTAR PUSTAKA


www. Catatan perawat.Byethost15.com
Corwin Elizabet J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC akarta
Smeltzer Suzane C & Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Sudarth Ed. 8 Vol. 1. : EGC Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar